-->
BERITIPS
royganteng
Sunday, October 20, 2019

Menangkal Warisan Budaya Aceh Yang Kian Terlupakan

Sangat banyak daerah di Indonesia yang memiliki tingkat keberagaman suku, budaya dan agama yang majemuk di tengah masyarakatnya, Aceh khususnya, adalah sebuah provinsi di ujung pulau sumatra yang mewariskan jutaan keberagaman budaya didalamnya.

Budaya Aceh Dimata Milenial
Kemajuan teknologi sangat mempengaruhi pembentukan karakter anak muda saat ini. Terutama mengubah cara berpikir, minat, serta cara berinteraksi dalam kehidupan sosialnya. Keberadaan warisan budaya menjadi terlupakan, karna pola pikir yang mengikuti perkembangan zaman. Bagi generasi milenial saat ini, sesuatu yang berbau tentang warisan zaman kuno tidaklah cocok dengan tema kemajuan teknologi dimana biasanya dihubungkan dengan sesuatu yang “keren”, logikanya warisan budaya “tidaklah keren” dan juga terkesan "norak".

Salah satu contoh warisan budaya dari aceh yang kian terlupakan seperti musik Canang Kayu, lagu Tawar Sedenge, tari Guel dan masih banyak lagi warisan budaya dimana perlu dikenalkan kembali kepada generasi saat ini.

Untuk kebanyakan generasi muda saat ini secara umum lebih memilih menyukai musik luar seperti musik dari Korea dan Amerika, lebih menyukai dance modern dari pada tarian tradisional, lebih menyukai drama dan film luar dari pada pertunjukan wayang. Sehingga lambat laun warisan budaya seperti warisan budaya Aceh akan benar-benar terlupakan, padahal Aceh merupakan salah satu tempat di Indonesia yang kental akan keislamannya dimana perkembangan Islam di Aceh sedikit banyak disokong oleh seni-seni pada masanya yang hingga saat ini masih diwariskan, seperti tari Saman yang ditampilkan untuk merayakan kelahiran nabi Muhammad SAW.


Mencegah Punahnya Warisan Budaya Aceh


Untuk mencegah punahnya warisan budaya Aceh ini, sangatlah tidak mudah, memberikan materi disekolah tentang bab warisan budaya sangatlah tidak cukup, membuka sanggar seni juga hanya bagi mereka yang berminat disalah satu bidangnya itupun hanya  segelintir orang dari generasi yang ada saat ini.

Dalam hal ini kreativitas sangatlah berperan penting untuk menjadi alternatif yang paling tepat untuk mengatasi punahnya warisan budaya ini. Saat generasi milenial yang begitu menyukai musik modern yang saat ini dapat dimainkan pada aplikasi ponsel seperti piano, virtual DJ, dan lain sebagainya. Maka diperlukan sebuah inovasi kolaborasi antara alat musik asli Indonesia seperti Canang Kayu dengan dengan piano yang dikemas seunik mungkin sehingga lebih terdengar halus dan enak saat didengarkan, bisa juga dengan inovasi cover lagu dengan menggunakan alat musik tradisional, kolaborasi ini tentunya bertujuan untuk menarik minat generasi saat ini.

Dibuat sebuah inovasi juga untuk tarian tradisional seperti tari Guel dengan mengkolaborasikan beberapa gerakan dance yang ditambahkan, meskipun nantinya membentuk sebuah tarian baru, setidaknya tarian baru tersebut dikenal sebagai kolaborasi tari guel dan dance modern. Untuk mewujudkan inovasi-inovasi tersebut tentunya tidak luput dari peran seniman-seniman Indonesia dan pemerintah, terutama seniman-seniman muda. Diperlukan biaya dan waktu yang cukup lama, untuk mengimplementasikan inovasi-inovasi tersebut karena dibutuhkan pengenalan yang cukup detail kepada khalayak umum. Diperlukan pula peran generasi milenial dalam promosinya.


Seperti di dunia pendidikan terutama di tingkat universitas, menggunaakan keahlian mahasiswa yang terbiasa menulis seperti menulis LKTI, melakukan riset pada warisan budaya Aceh kemudian menuangkan hasilnya dalam bentuk tulisan adalah salah satu cara yang tepat karena saat sebuah karya ilmiah dipublikasikan, maka tidak menuntut kemungkinan lembaga-lembaga pendidikan resmi seperti KEMENRISTEKDIKTI akan memperkenalkan karya tersebut kepada khalayak yang lebih luas lagi relasinya, sehingga penulis karya ilmiah tersebut dapat memperoleh penawaran seperti beasiswa yang dapat digunakan untuk mempraktekkan apa yang telah ditulisnya, selain promosi atau pengenalan pengembangan warisan budaya Aceh, juga dapat mengimplementasikan sendiri inovasinya.




Milenial Sebagai Promotor Budaya

Bagi peminat seni-seni tradisional sendiri tidaklah sulit untuk memperkenalkan bidang seni yang mereka suka, dengan sedikit kreasi dibuat perpaduan seni-seni modern dan seni-seni tradisional yang pastinya sesuai dengan tema generasi muda kekinian seperti kata mereka. Para peminat seni juga dapat mempromosikan bidang seni yang mereka suka dengan memanfaatkaan keberadaan teknologi saat ini, seperti sosial media, blog, petisi melalui email, dan youtube.

Memanfaatkan keahlian dimiliki seperti mengkolaborasikan sendiri musik Etnik Singkil dengan alat- alat musik modern, yang nantinya bisa diunggah diyoutube atau disosial media, seperti yang sudah dilakukan Destanada II.


Destanada II adalah sebuah group Band Ethnic dari Aceh Singkil, Dimana dalam grup musik modern di padukan dengan musik Ethnic seperti Rapa'i, Srune kale, Suling, Gendang, Canang, dan lainnya. Ini adalah salah satu inovasi yang sangat baik dalam mempromosikan budaya di kanca internasional. Destanada II berhasil mendapatkan Juara 1 pada Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) tahun 2018 di Banda Aceh, dengan membawakan musik etnik tradisional terdiri dari komponen yakni Canang Kayu, Gendang Dua Bilah, tari Dampeng, dan Ambe-Ambeken.

Tidak hanya membuat membuat masyarakat setempat bangga, Musik Etnik Singkil tersebut turut meriahkan Asian Games 2018 . Secara tidak langsung, budaya aceh tersebut telah disorot banyak khalayak sehingga dipercaya untuk memeriahkan event terbesar di Asia tersebut.

Saatnya anak mudalah yang turut lestarikan warisan budaya. Peran penting para mahasiswa juga sangat berpengaruh dalam mempromosikan kebudayaan daerahnya masing-masing, misalnya dengan membuat sanggar tari, mengikuti event-event kampus, membangun komunitas dan berbagai upaya lainnya untuk melestarikan budaya yang mereka miliki di tengah gempuran modernitas saat ini

Festival Tari Nasional Ke-3 Universitas Sriwijaya
(Dokumentasi Pribadi)






Tidak hanya dari segi seni saja, produk lokal daerah kini pun sudah mulai luntur. Dimana-mana anak muda sekarang lebih suka memakai pakaian ke barat-baratan ketimbang baju-baju khas daerahnya. Contohnya "Kain Songket" yang mulai dilupakan pada saat sekarang ini. Walaupun terkesan agak kuno, jika ditambahkan dengan berbagai inovasi modern, pasti akan menciptkan nilai jual yang sangat tinggi.

Azhar Ilyas, Penggagas Komunitas Songket Aceh - Portalsatu.com

Seperti yang sudah diterapkan oleh Azhar Ilyas, Penggagas Komunitas Songket Aceh. tidak hanya bukti cintanya kepada budaya aceh, dengan adanya komunitas songket tersebut menjadi sebuah ladang bisnis bagi mereka. Tetapi bagi dirinya itu semua bukanlah mengenai uang semata, namun lebih kecintaan terhadap warisan budaya para leluhur.

Semangat inilah yang sepatutnya kita contoh bersama, oleh karena itu Regenarasi adalah salah satu cara yang mesti kita lakukan untuk menjaga budaya ini tetap ada. Ini adalah tantangan kita bersama, maka dari itu, kita jangan lalai, jika kita lalai akan budaya, itu sama saja mencabut akar budaya kita sendiri, yang akan melahirkan budaya yang tak beridentitas, bahkan akan terjebak kepada euforia budaya asing yang tak jelas arahnya. Lantas kalau bukan kita yang menjaga budaya kita, siapa lagi ?


BAGIKAN:

Google +1

 
Copyright © 2015 - 2020. Beritips